Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabatnya serta
seluruh manusia yang setia mengikuti ajarannya hingga hari kiamat tiba.
Sahabat fillah yang berbahagia..
Kali ini saya akan sedikit berbagi kisah tentang dua bocah kecil
bernama Kholis dan Kholas. Ya begitulah nama keduanya, keduanya adalah putra
kembar pasangan Pak Irfan (sama kayak nama saya cuma bedane beliau sudah pakai
embel-embel “Pak”, kalau saya masih “Mas” ^_^) dan Bu Irfan (saya ga tau nama
istrinya jadi saya sebut saja begitu). Saya mengenal keduanya kurang lebih dua
pekan yang lalu, saat Pak Irfan ayahnya meminta saya untuk membimbing dua
putranya tersebut untuk menghafal Al-Qur’an. “Akhi saya berniat akan memasukkan
Kholis dan Kholas ke Ma’had Tahfidz jika keduanya sudah lulus SD nanti” kata
beliau kepada saya. “Lho memangnya kenapa Pak? Ko ga masuk ke umum aja, kan di
Madiun banyak SMP favorit?” tanya saya
kepada beliau penasaran. “Wah kalau masuk umum saya khawatir Akhi, selain materi agama yang
sangat minim juga pergaulan di sana yang “mengerikan” lah wong saya juga
mengajar bahasa inggris di SMA 3 Madiun jadi ya saya tahu bagaimana pergaulan
siswa di sekolah-sekolah semacam itu” jawab beliau. “Dan kalau untuk masalah
duniawi/pekerjaan itu ga saya khawatirkan, toh kebutuhan perut kita tiap hari
kan cuma segini (beliau mengisyaratkan sambil mengepalkan tangannya) dan kita
tidak pernah tahu apakah besok kita masih hidup atau ga” lanjut beliau. Subhanallah sebuah keinginan, semangat dan
ruhul jihad yang mulia lagi joss yang sangat jarang kita temui pada zaman
sekarang ini Mas Broe.
Pak Irfan dan Bu Irfan kesehariannya aktif dirumahnya sendiri
sebagai pengajar bahasa inggris, itu karena rumah tempat mereka berdua tinggal
disulap menjadi tempat kursus bahasa “dusta” tersebut bernama “Sibford” (mbuh
saya ga tahu artinya). Sedangkan dua putranya adalah siswa kelas empat di SD
Islamiyah Madiun.
Saat pertama kali saya menginjakkan kaki di rumah Pak Irfan, aura
religi benar-benar sangat terasa di rumah yang berukuran sedang itu. Entah
mengapa, tapi memang itu yang saya rasakan. Padahal rumahnya biasa saja dan
sederhana, dindingnya polos tak berhias kaligrafi ataupun lukisan selain logo
Sibford yang terpampang di ruang kursus, tak terdengar pula alunan “musik
islami” di dalamnya. Subhanallah sepertinya sinyalemen keluarga yang penuh
barokah sangat kuat terasa di rumah itu.
Sahabat fillah sekalian..
Setelah berbincang sedikit dengan Pak Irfan akhirnya kita berdua
sepakat hari jum’at ba’da jum’atan dan ahad sore ba’da ashar untuk privat
tahfidz Kholis dan Kholas. Alih-alih beliau meminta saya membingbing tahfidz
dua putra kecilnya, eehh., beliau malah sekalian minta belajar bahasa arab sama
saya. “Mas kalau bisa sekalian saya mau belajar bahasa arab, katanya kan di
surga nanti orang-orangnya pakai bahasa arab” kata beliau, saya hanya tersenyum
mendengar perkataan itu. “Yo wis sekalian aja bapak sama anake tek privat” kata
saya dalam hati xixixi.
Kholis daan Kholas dua pelita kecil yang sangat menyejukkan hati
dan membuat iri siapa saja yang melihatnya. Betapa tidak, di usia mereka yang
masih sangat belia (mungkin sekitar 9-10 tahunan untuk anak usia kelas empat
SD), syiar-syiar islam sudah sangat nampak terlihat dari keduanya. Shalat
berjama’ah yang selalu dijaga, celana yang tak isbal, bacaan Al-Qur’an yang
cukup lumayan (untuk anak seusia mereka), akhlak dan peilaku yang sopan,
tertib, rajin, disiplin, patuh. Hampir semua sifat-sifat terpuji terkumpul
bersama mereka.
Setiap kali saya datang ke rumah, mereka selalu saja sudah siap dan
stanby di depan pintu dengan dua mushaf mungilnya, lalu mereka pun mengantarkan
saya masuk ke rumah menuju ruang belajar. Setelah hamdalah dan shalawat saya
pun memulai pelajaran, dan subhanallah betapa beruntungnya Pak Irfan dan Bu
Irfan memiliki dua putra kembar seperti mereka; selama pelajaran berlangsung
mereka mengikuti dengan penuh semangat dan antusias, dengan cepat mereka menghafal
surat-surat yang ada pada juz ‘amma, tidak sedikitpun mereka menampakkan wajah
bosan dan lelah apalagi sampai berulah. Sepertinya Allah benar-benar telah
menjadikan keduanya sebagai penyejuk hati (qurrata a’yun) bagi orang tuanya.
Allah berfirman:
والذين يقولون ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا
للمتقين إماما
Artinya: “Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.
Al-Furqan: 74)
Sahabat fillah sekalian..
Terus terang saya sendiri merasa benar-benar iri pada keluarga
kecil nan sederhana itu, masa kecil saya benar-benar jauh dengan keadaan Kholis
dan Kholas. Ada rasa sesal di dada, namun bagaimanapun juga tidak ada kata
terlambat untuk belajar dan memperbaiki diri menjadi lebih baik, toh Allah
sudah mengatur taqdir kita semenjak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi (seinget saya gitu pas pelajaran tauhid dulu) ^_^.
Sahabat fillah.. Sekian dulu cerita saya, semoga ini bisa menjadi
bahan muhasabah/introspeksi diri bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar