Alhamdulillah segala puji bagi Allah atas segala limpahan karunia
dan nikmat-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas junjungan
kita Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya serta orang-orang yang
beristiqamah mengikuti ajaran beliau hingga hari kiamat.
Sahabat fillah yang berbahagia..
Marah merupakan salah salah satu tabiat manusia, seseorang tidak
mungkin terlepas darinya. Bahkan Rasulullah pun pernah marah, namun tentu
berbeda dunk marahnya beliau dengan marahnya kita, beliau hanya marah apabila
kehormatan syariat islam yang mulia dinodai/dilanggar. Sedangkan kita..? tau
sendirilah… :D
Marah adalah sifat yang lumrah dan manusiawi, namun tidak semua
sifat marah itu dianggap lumrah dan sah. Apabila kita marah ketika melihat
sebuah pelanggaran atau kemaksiatan maka itu adalah marah yang terpuji, akan
tetapi jika kita marah karena memperturutkan hawa nafsu semata maka itu adalah
marah yang tercela dan marah yang terlarang.
Pada suatu hari ada seseorang yang meminta wasiat kepada
Rasulullah, lantas beliau pun mewasiatkan dengan bersabda “Janganlah engkau
marah”. Orang tersebut rupanya masih belum puas dengan apa yang didengarnya
dari Rasulullah, dan ia pun kembali mengulangi permintaannya terhadap
Rasulullah hingga beberapa kali, namun Nabi tetap memberikan wasiat kepadanya
dengan jawaban yang sama “Janganlah engkau marah.” Hal ini sebagaimana tersebut
dalam sebuah riwayat:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم:
أوصني, قال: "لا تغضب", فردد مرارا, قال: "لا تغضب". رواه
البخاري
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwasanya ada seorang laki-laki yang
berkata kepada Nabi “Beikanlah aku sebuah wasiat” beliau pun menjawab:
“Janganlah engkau marah”, orang tersebut mengulangi (permintaannya) hingga
beberapa kali. Nabi Muhammad (tetap) bersabda “Janganla engkau marah.” (HR.
Al-Bukhari: 5765)
Sahabat fillah..
Lihatlah bagaimana Rasulullah memberikan sebuah wasiat kepada salah
seorang sahabatnya dengan sabdaanya “Janganlah engkau marah”, sebuah wasiat
ringkas namun memiliki nilai urgentitas yang tinggi, mengapa? Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa wasiat adalah sebuah pesan penting yang ditujukan kepada
seseorang, dan mayoritas sebuah wasiat disampaikan oleh seseorang yang akan
menemui ajalnya.
Dalam riwayat tersebut di atas Rasulullah tidak berwasiat dengan
wasiat takwa sebagaimana Allah mewasiatkan umat manusia dengannya dalam
ayat-ayat-Nya yang mulia didalam Al-Qur’an. Pada saat itu beliau beralih kepada
wasiat lain yaitu sabdanya “Janganlah engkau marah.” Ini juga menunjukkan akan
pentingnya wasiat beliau tersebut.
Imam An-Nawawi menjelaskan maksud sabda Rasulullah “Janganlah
engkau marah”; maksudnya adalah janganlah engkau lampiaskan amarahmu. Larangan
dalam hadits tersebut bukan ditujukan terhadap sifat marah akan tetapi larangan
untuk melampiaskan amarah. Hal itu dikarenakan sifat marah merupakan tabiat
atau watak manusia yang tidak mungkin bisa terelakkan lagi.
Dalam riwayat lain disebutkan:
وجاء رجل إلى النبي r
فقال: يا رسول الله علمني علما يقربني من الجنة وبيعدني من النار, قال: "لا
تغضب ولك الجنة". رواه الطبراني
Artinya: “Dan ada seorang laki-laki yang datang menemui Nabi lalu
berkata: “Wahai Rasulullah ajarkanlah aku sebuah ilmu yang dapat mendekatkanku
kepada surga dan menjauh diriku dari api neraka”. Lantas Rasulullah bersabda:
“Janganlah marah maka bagimu surga.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam
Al-Ausath 3/25, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihil Jami’: 7374)
Sahabat fillah..
Rasulullah melarang kita untuk melampiaskan amarah karena hal
tersebut dapat menimbulkan kerusakan, kebencian, dendam, dosa dan seabreg
dampak negatif lainnya. Bisa kita lihat jika seseorang sedang marah, maka matanya
memerah api, urat lehernya mengencang, dan tidak jarang perbuatan dan perkataan
tak terpuji pun keluar dari lisan dan tangannya.
Amarah berasal dari syaitan dan merupakan bara api yang dilemparkan
syaitan ke dalam hati anak manusia. Sedangkan kita tahu bahwa syaitan tidaklah
memerintahkan kecuali keburukan dan perbuatan keji semata. Allah berfirman:
إنما يأمركم بالسوء والفحشاء وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون
(البقرة: 169)
Artinya: “Sesungguhnya (syaitan) itu hanya akan menyuruh kalian
agar berbuat buruk dan keji serta agar kalian mengatakan sesuatu yang tidak
kalian ketahui tentang Allah. (QS. Al-Baqarah: 169)
Rasulullah bersabda:
إن الغضب من الشيطان
Artinya: “Sesungguhnya amarah itu berasal dari syaitan.” (HR. Abu
Dawud: 4784, didha’ifkan oleh Al-Albani dalam Dha’ifil Jami’: 1510)
Sahabat fillah yang dirahmati Allah..
Syariat islam adalah syariat yang mulia, tidaklah ia melarang
sesuatu melainkan juga menerangkan solusinya. Saat Rasulullah melarang kita
melampiaskan amarah, beliau pun menjelaskan solusi agar kita tidak terjerumus
ke dalam hal-hal tercela saat marah menghinggapi kita. Diantaranya adalah:
1.
Berwudhu.
Nabi bersabda:
إن الغضب من الشيطان وإن الشيطان خلق من النار وإنما يطفئ النار الماء
فإذا غضب أحدكم فليتوضأ
Artinya: “Sesungguhnya amarah itu berasal dari syaitan, dan syaitan
tercipta dari api, serta tidak ada yang bisa memadamkan api kecuali air. Oleh
karena itu apabila salah seorang di antara kalian marah maka hendaknya ia
berwudhu.” (HR. Abu Dawud: 4784, didha’ifkan oleh Al-Albani dalam Dha’ifil
Jami’: 1510)
2.
Duduk
atau berbaring. Nabi bersabda:
إياكم
والغضب فإنه جمرة في فؤاد ابن آدم ألم تر إلى أحدكم إذا غضب كيف تحمر عيناه وتنتفخ
أوداجه, فإذا أحس أحدكم بشيء من ذلك فليضطجع أو ليلصق بالأرض
Artinya: “Jauhilah sifat marah, karena sesungguhnya ia adalah bara
api di dalam hati anak manusia. Tidakkah
kamu lihat apabila seorang di antara kalian sedang marah bagaimana matanya
memerah, urat lehernya mengencang. Oleh karena itu apabila salah seorang di
antara kalian merasakan sesuatu dari hal tersebut maka hendaknya ia berbaring
atau melekatkan (tubuhnya) di tanah.” (HR. At-Tirmidzi: 2191, didha’ifkan oleh
Al-Albani dalam Dha’ifil Jami’: 1240)
Rasulullah juga bersabda:
إذا
غضب أحدكم وهو قائم فليجلس, فإن ذهب عنه الغضب وإلا فليضطجع
Artinya: “Apabila salah seorang dari
kalian marah dan ia dalam keadaan berdiri maka hendaknya ia duduk, jika
marahnya telah hilang (maka Alhamdulillah) namun jika tidak maka hendaknya ia
berbaring.” (HR. Abu Dawud: 4782, Ahmad 5/152, dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Shahihil Jami’: 694)
Sahabat fillah
sekalian..
Orang yang mampu menahan amarahnya dan tidak melampiaskannya adalah
orang kuat, kuat karena ia mampu untuk menguasai hawa nafsunya sehingga tidak
terkendalikan olehnya. Sebaliknya orang yang marah kemudian ia melampiaskannya maka
ia adalah orang yang lemah, lemah karena ia tidak mampu melawan hawa nafsu dan
bisikan syaitan sehingga ia dengan mudah terkuasai olehnya.
Allah telah memuji orang-orang yang mampu menahan amarahnya dalam
firman-Nya:
والكاظمين
الغيظ والعافين عن الناس
Artinya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan
(kesalahan) orang lain.” (QS. Ali-Imran: 134)
Rasululla juga bersabda:
من
كظم غيظه وهو يستطيع أن ينفذه دعاه الله عز وجلا على رءوس الخلائق يوم القيامة حتى
يخيره من الحور ما شاء
Artinya: “Barang siapa mampu menahan amarahnya sedangkan ia mampu
melampiaskannya, niscaya Allah akan mendoakannya di hadapan seluruh makhluk
pada hari kiamat hingga Allah mempersilahkan kepadanya untuk memilih bidadari
mana yang ia suka.” (HR. At-Tirmidzi: 2021, Ibnu Majah: 4186, dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahihil Jami’: 6522)
Dalam hadits lain Nabi bersabda:
ليس
الشديد بالصرعة إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب
Artinya: “Orang yang kuat tidak diidentikkan dengan perkelahian,
namun orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR.
Al-Bukhari: 6114, Muslim: 2609)
Subhanallah alangkah beruntungnya orang yang mampu menahan amarah
dan mengendalikan dirinya di saat marah.
So., sahabat fillah sekalian..
Kalau kita sedang marah yang wajar-wajar aja ya, tahan diri dan
jangan dilampiaskan dengan perbuatan ataupun kata-kata yang tidak baik. Sampai
di sini semoga bermanfaat. ^_^
(Disarikan dari kitab Ar-Raudatun Nadiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah hadits ke 16)
(Disarikan dari kitab Ar-Raudatun Nadiyyah Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah hadits ke 16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar